Taman Nasional Baluran selain sebagai kawasan konservasi
ternyata juga menyimpan legenda yang cukup menarik. Legenda ini sangat erat
kaitannya dengan daerah Cungking, Banyuwangi.
Legenda
ini berwal dari seorang anak kecil pendatang yang mempunyai kesaktian luar
biasa kemudian diberi nama Cungking (bahasa Jawa : gampang dicangking, yang
kemudian terkenal dengan buyut Cungking). Buyut Cungking mengabdi pada
perempuan yang tidak mempunyai suami dan anak yang bernama Buyut Barat. Sebagai
seorang pengabdi ia mengerjakan semua pekerjaan yang diberikan kepadanya. Salah
satu tugasnya dalah menggembalakan sepasang kerbau milik Buyut Barat. Setiap
pukul 05.00 WIB sepasang kerbau ini digembalakan dari Cungking ke Baluran.
Setelah pukul 06.00 WIB sepasang kerbau ini ke Cungking untuk mebajak sawah,
apabila sudah selesain tugasnya maka dibawa pulang lagi ke Baluran. Tiap
perjalanan Cungking-Baluran selalu melewati Watu Dodol dan selalu diawasi
penjaga Watu Dodol yang bernama Cinde Kesilir atau Cinde Kanginan. Jadi Buyut
cungking ini tinggalnya di Cungking, Banyuwangi hanya pada hari Senin dan Jumat
sedangkang pada hari-hari yang lain dihabiskan di Baluran. Sepasang kerbaunya
dikandangkan di Tegal Keramat.
Pada saat
Buyut Cungking menggembalakan kerbaunya dating waktu sholat dhuhur. Buyut
Cungking adalah orang yang taat dalam menjalankan ibadah, maka dimanapun dia
berada selalu melaksanakan kewajibannya kepada Sang Pencipta. Pada saat berniat
untuk mengambil air wudlu, di dekat tempat menggembalakan kerbaunya terdapat 2
(dua) sumber air yaitu sumber air yang terletak di bukit dan sumber air yang
ada di dekat pantai. Pada saat Buyut Cungking naik ke bukit dia melihat kolam
yang penuh dengan air, kemudian berkata : “ Kebek, kolam iki”. Akhirnya
dikemudian hari dinamakanlah bukit itu dengan sebutan Bekol, diambilo dari
singkatan perkataan tersebut. Sedangkan sumber air yang lain terdapat di dekat
pantai, pada saat mengambil air wudlu Buyut Cungking kurang hati-hati hampir
saja dia terpeleset tetapi tetapi tidak sampai terjatuh karena berpegangan pada
kayu Lamer. Tetapi sungguh ajaib kayu Lamer tersebut setelah dipegang Buyut
Cungking berubah menjadi kayu Manting. Buyut Cungking pun berkata :” Semua anak
cucunya nanti kalau datang ke Baluran harus besedia untuk membersihkan dan
mandi di sumber ini “ kemudian diberilah nama Sumber Manting. Konon Sumber
Manting ini memiliki kekuatan magis, bagi siapa saja yang cuci muka ataupun
mandi akan awet muda dan banyak rejeki.
Buyut
Cungking sambil menggembalakan kerbaunya senang bermain perosotan di
bukit-bukit. Salah satunya di bukit Talpat yang berasal dari adanya kayu Talok
yag jumlahnya hanya empat batang di bukit tersebut. Sehingga diberi nama Talpat
(bahasa Jawa : talok papat)
Nah, asal
usul nama Baluran sendiri ini berawal dari tempat bekas perosotan Buyut
Cungking. Pada saat Buyut Cungking menggembalakan kerbaunya, dia bermain-main
di daerah Talpat disana terdapat sumber air. Buyut Cungking mandi dan bermain
perosotan di bukit yang ada didekat talpat tersebut. Bekas tempat perosotan
tersebut membentuk balur-balur (bahasa Jawa : mbalur-mbalur) maka daerah
tersebut dinamakan Baluran. Sedangkan gunung yang paling besar dan menonjol di
tempat tersebut dinamakan gunung Baluran.
Pada saat
berada di Talpat, Buyut Cungking bertemu dengan ratu mahluk halus yang bernama
Ratu Belawan. Ratu tersebut merasa heran, kemudian berkata “ disini kok
terdapat orang cungking? “ ada keperluan apa disini? “. Buyut Cungking menjawab
“ keperluan saya disni untuk mandi dan menggembalakan kerbau.“ Wah kebetulan,
saya ini juag ada keperluan sama kamu”. Saya mau punya hajat dan mau minta
tolong sama kamu untuk memotongkan kerbau.” Besok pukul 07.00 WIB kamu datang
ke sini untuk memotong kerbau saya.” Buyut Cungking menyanggupi pekerjaan itu,
kemudian dia cepat-cepat pulang. Tetapi di luar dugaan ternyata pukul 05.00 WIB
Ratu Belawan kedatangan tamu mahluk halus dari kerajaan Bugis dan tamu itu yang
memotong kerbau milik Ratu Belawan. Akhirnya Ratu Belawan merasa tidak enak
karena sudah terlanjur janji dengan Buyut Cungking.
Pada
keesokan harinya sesuai dengan perjanjian Buyut Cungking datang tepat pada
waktunya ke Baluran. Sesampainya disana Ratu Belawan minta maaf karena
kerbaunya telah disembelih orang lain. Buyut Cungking merasa kecewa dengan peristiwa
itu. Kemudian Buyut Cungking masuk ke dapur untuk membuktikan kebenarannya.
Ternyata di dapur sudah terdapat abon, empal dan gulai, karena merasa kecewa
Buyut Cungking mengucapkan sumpah : “ abon jadi kijang, empal jadi mejangan dan
gulai jadi banteng “ dan sumpah itu menjadi kenyataan. Setelah bersumpah
demikian Buyut Cungking pergi begitu saja. Melihat kejadian tersebut Ratu
Belawan menyuruh bawahannya yang disebut punawakan untuk mengejar Buyut
Cungking. Karena merasa kesal, jengkel dan kecewa atas kejadian tersbut, Buyut
Cungking berhenti di suatu tempat di dekat Talpat. Tiba-tiba saja Buyut
Cungking menghunus senjata tajam 7 (tujuh) pusaka dan mengiriskannya di rambut
bagian kepala. Potongan rambut tersebut jatuh dan sungguh menakjubkan berubah
menjadi seorang yang mirip Buyut Cungking tetapi dalam keadaan yang sudah mati.
Setelah itu Buyut Cungking pergi untuk kembali ke Cungking. Punakawan suruhan
Ratu Belawan mencari Buyut Cungking ke seluruh penjuru tetapi tidak ketemu
dengan Buyut Cungking. Namun tiba-tiba dia melihat seseorang yang tergeletak di
bawah pohon, dengan tergesah-gesah punakawan tersebut segera menghampirinya
untuk melihat siapa yang tergeletak itu. Ternyata seseorang tersebut adalah
mirip sekali dengan Buyut Cungking dan sudah dalam keadaan mati. Punakawan
tersebut mengira itu adalah Buyut Cungking diapun duduk terdiam sambil
merenung. Dengan perasaan yang sangat sedih dia menguburkan mayat tersebut.
Kuburan itu dinamakan kuburan si lancing atau sering disebut pasarean si lancing
yang terletak + 1 km dari Bekol kea rah Talpat. Karena rasa sedih yang
begitu mendalam dan rasa putus asa tidak bisa mebawa pulang Buyut Cungking,
punakawan tersebut akhirnya mengambil jalan pintas dengan bunuh diri.
Pada Akhir
serita Buyut Cungking menghilang dengan hanya meninggalkan bajunya di daerah
Cungking dan tak seorang pun tahu kemana perginya Buyut Cungking. Pada tempat
Buyut Cungkin meninggalkan bajunya itulah kemudian dibangun pesarean yang
dikeramatkan.
Untuk
menghormati dan mengenang Buyut Cungking, orang-orang yang masih keturunan
Buyut Cungking selalu memperingati setiap tanggal 15 Sura dan 1 Syawal sebagai
kegiatan adat istiadat dari nenek moyang mereka yang harus dilestarikan.
Untuk
tanggal 15 Sura melakukan acara ritual di Baluran dengan tujuan untuk meminta
keselamatan, ziarah ke Manting, Keramat, Pesarean si Lancing dan tempat-tempat
yang mempunyai kaitan sejarah dengan Buyut Cungking. Mebersihkan tempat-tempat
tertentu yang ada di Baluran. Acara selamatan ini wajib mempersembahkan 3
(tiga) macam makanan yaitu : Jenang pangapura, tumpeng panggang ayam dan kupat
lepet.
Sedangkan
pada 1 Syawal di Baluran mereka mengadakan silaturahmi, kegiatan ini dilakukan
setelah 7 hari lebaran ketupat. Diantara 2 (dua) acara ritual ini yang paling banyak
diminati adalah 15 Sura, karena acara ini dipandang sacral dan membawa berkah
bagi yang mengikutinya.
selama 17 tahun lahir & Tinggal di Wonorejo baru tau sekarang saya soal Legenda ini, makasi kak Taufiq,,, sesama wong Wonorejo Baluran
BalasHapustidak paham dengan dongeng ini....
BalasHapusMatur suwun pencerahanne
BalasHapusCerita yang menarik :D
BalasHapusLumayan jadi tau legenda nya .
BalasHapus